Salah Besar, Menghilangkan Pancasila dari Kurikulum Pendidikan

Kamis, 12 Mei 2011

TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejarawan Asvi Warman Adam menilai pemerintah sangat sembrono menghilangkan mata kuliah pendidikan dasar Pancasila dan Kewarganegaraan di kurikulum sekolah dan perguruan tinggi.
Akibatnya ancaman disintegrasi bangsa semakin terbuka. "Saya rasa itu blunder besar yang dilakukan Menteri Pendidikan Nasional," kata Asvi di Jakarta, Rabu, 11 Mei 2011.

Menurut Asvi, peraturan Kementerian Pendidikan Nasional yang menghapus mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di lingkungan kampus bertentangan dengan tujuan pendiri bangsa Indonesia. Pasalnya, Pancasila tak hanya dianggap sebagai simbol dasar negara, tapi di dalamnya juga tersirat nilai kepribadian bangsa. "Pancasila itu berlaku bukan hanya sekarang, tapi untuk masa depan," kata Asvi.

Faktor utama Pancasila mesti dipertahankan karena sejak lama konsep Soekarno-Hatta ini telah teruji sebagai faktor pemersatu bangsa. "Bangsa kita ini sangat beragam, mulai agama, suku, hingga golongan. Salah satu pemersatunya, ya, Pancasila itu," kata Asvi.

Asvi memahami penghapusan mata pelajaran Pancasila dari kurikulum pendidikan tak lepas dari desakan kepentingan politik yang menyatakan pendidikan Pancasila dan Kewargenageraan sebagai kepentingan politik praktis Orde Baru. Akibatnya, Penataran P4 (Penghayatan Pengamalan Pendoman Pancasila) di sekolah pun dihapuskan. "Tapi, aturan Mendiknas ini terjadi lima tahun sesudahnya, kan," kata Asvi.

Di tengah ancaman disintegrasi bangsa, Asvi berharap pemerintah segera mengembalikan mata kuliah pendidikan dasar Pancasila ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Asvi juga minta Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Satu minta maaf kepada rakyat Indonesia atas kesalahannya. "Sudah seharusnya itu," kata Asvi.

Di masa Menteri Bambang Sudibyo, terbit Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Aturan itu menghilangkan pendidikan Pancasila dari kurikulum pendidikan sekolah dan perguruan tinggi.

0 komentar: